Pecah Tangisku di usiamu ke 21
Selamat hari ulang tahun dik, adikku Niza Khairunisa.
maaf abangmu ini datang sendiri. tidak bersama papa-mama,
seperti biasa, karena papa tidak mau ditemani siapapun bila ia ke makam-mu..
maka abang memutuskan untuk datang sendiri, di hari spesialmu ini.
begitu juga abangmu ini dik, sebelum abang berangkat tadi, si nona alis tebal yang abang ceritakan kepadamu dua minggu lalu itu menawarkan diri untuk menemani.. tetapi abang menolaknya, karena ini waktu ini hanya untuk kita berdua.
bukan karena abang tidak mau ia datang mengunjungimu dik, tetapi abang tidak mau ada yang melihat tangisan abang pecah saat abang bersamamu.. disisimu, seperti papa, yang lebih memilih mengunjungi makam-mu sendirian, karena tidak ada laki-laki yang ingin dilihat saat menangis dik..
karena tangisan lelaki itu berbeda dengan tangisan wanita. wanita itu memang mudah menangis, tetapi lelaki tidak. dan saat lelaki menangis, ya begitulah dik.. perasaannya yang selama ini disimpan, disembunyikan akan terungkap, tangis tanpa suara karena kehilangan yang menyayat hati, dan siapapun akan merasakan kesedihannya bila melihatnya,
Melihat papamu yang tiba-tiba tersengal menangis sendiri karena kehilanganmu.. Pria seperti papa yang selalu humoris dan membuat orang lain tersenyum, tidak mampu menyembunyikan kesedihannya karena kehilangan dirimu, dan oleh karena itu, papa dan abangmu ini memilih sendiri ke makammu..
...
Dik..,
belakangan ini cuaca sangat panas.. tanahmu mengering, gersang. bunga dan daun kering ini, sepertinya ada yang mengunjungimu seminggu lalu dik.Siapapun itu, abangmu ini ingin sekali berterima kasih, karena masih ada yang mengingatmu..
Dik..,
sekalipun kini sahabat-sahabatmu, teman-temanmu, kakak-adik kelasmu, mulai melupakanmu, dan wajar karena mereka sibuk dengan kehidupannya masing-masing, tidak lagi wajahnya terlihat mengunjungi tempat peristirahatanmu, tenang lah dik. ada abang disini, papa, dan mama yang senantiasa selalu mengingatmu, dan juga dalam do'a yang senantiasa terucap.
Dik..,
usiamu di dunia kini 21 tahun, tidak terasa, waktu berlalu begitu cepatnya.. pada tanggal 11-10-2011 engkau pergi meninggalkan kami dik, dua minggu setelah ulang tahunmu ke 17 tahun,
abang masih ingat semua hal tentangmu dik..
Dik..,
banyak yang abang ingin ceritakan..
beban sebagai anak pertama, dan satu-satunya,
beban itu mulai terasa dik, abang ingin menikah.
segera meneruskan garis keturunan keluarga ini,
mewarisi sifat - sifat abang, membahagiakan papa mama..
do'akan abang. bila kamu mampu berdo'a dari sana
( mulai bercerita.. )
matahari telah menghilang. telah terdengar persiapan adzansudah waktunya abang pamit dik,
pergantian hari, menuju malam
karena Mushala di Pemakaman telah mengumandangkan adzan..
Bismillah, Al-fatihah..
...
dan akupun pergi, memacu laju sepeda motorku,
berniat mencari masjid terdekat.
setelah berbelok di perapatan pasar sunan giri.
sempat terlewat, dan memutar balik kembali,
sebuah masjid, Masjid Al-Hidayah, SMP 1 Diponegoro.
ahh.. SMA keponakanku.
Masjid Al - Hidayah, SMA Diponegoro |
setelah berwudhu, ku mecoba khusyu, suasana khidmat.
saat shalat, suara Imam perlahan menjadi parau,
ia membaca ayat, menangis, ia tersengal,
sekelebat, memasuki rakaat terakhir,
ingatanku kembali kepada almarhumah adikku,
tangis yang kutahan sedari tadi, pecah, air mataku mulai mengalir dalam do'a yang ku-eja.
karena suasana disekitarku masih ramai.
"aku harus sudahi ini, aku harus pergi" kataku dalam hati.
seraya berdiri dan segera meninggalkan masjid ini,
menuruni tangga, mengambil motorku.
sekeluar motorku dari pagar, memasuki jalan raya.
air mataku tidak berhenti keluar
astagfirullah, kemudian lisanku tersengal, dadaku tersesak,
air mata mengalir terus menerus membasahi pipi dan hidungku,
astagfirullah astagfirullah, astagfirullah,
air mataku membuyarkan cahaya lampu, tatapanku nanar,
beruntung lampu merah diperapatan menyala hijau,
tidak perlu berhenti dan terus melajukan kendaraanku
sampai akhirnya aku tiba dirumah.
ya Allah dik, ini seperti setahun lalu, saat abang berangkat bekerja teringat akan dirimu, dan akhirnya meminta izin pulang lebih cepat untuk menemuimu, tetapi kali ini berbeda dik, tangisan ini adalah tangisan yang abang coba tahan, mencoba tegar pada rasa kehilangan, dan air mata yang mengalir ini abang biarkan, tidak abang seka sampai abang tiba dirumahsetibanya dirumah,
mauo sedang duduk bersiap shalat magrib,
aku menyapa, terisak berkata,
"kuburan gersang nek, banyak yang tanahnya kering"
langsung bergegas menuju ke lantai atas..
aku tahu mauo pasti tahu, mataku menceritakan segalanya,
bahwa aku baru meneteskan air mata ketika pulang dari kubur adikku.
aku terus beristighfar, memasuki kamar, ya Allah..
sampai akhirnya aku reda, dan si nona alis tebal ini tiba tiba mengajakku keluar,
karena tahu apa yang terjadi denganku, seperti ingin menghiburku..
setelah ku kabari aku tidak jadi pergi ke rencanaku selanjutnya
kalau kamu membaca ini, terima kasih non.. maaf aku menolak tawaranmu,
aku lelah, ingin beristirahat saja
setelah berdiam diri dan tenang..
sebenarnya, satu hal yang aku sadari tadi di masjid..
Imam itu shalat seakan itu adalah shalat terakhirnya,dan terbesit,
seakan-akan itu adalah shalat terakhir di hidupnya..
bahwa yang sudah mati tidak bisa lagi shalat, ada yang ingin menghapus dosa-dosanya di dunia, menambah amal ibadahnya yang diharap bisa merubah takdirnya kelak di padang Mashyar.dan tangisan imam itu yang mengingatkan akan tangisanku yang tertahan..
sementara yang hidup di dunia saat ini, masih banyak yang meremehkan shalat.
oh ya Allah.. terima kasih atas apa yang telah terjadi pada diriku..
kuserahkan diriku malam ini, menangis dua kali.
ku buka jendela kamarku,
berharap angin segar memasuki kamarku.
mendinginkan panasnya mata dan kepalaku.
Dik, entah kebetulan atau bukan,
Langit malam ini dihiasi warna Merahnya Bulan,
semerah warna mata abang, yang kelelahan..
apa kamu dari sana melihatnya juga dik?
27 September 2015.
10:33 malam
Tidak ada komentar: